Putusan MK Terkait Batas Usia Capres dan Cawapres: Siapa yang Diuntungkan dan Dirugikan?
Sabtu, 21 Oktober 2023 13:58
Reporter : Tim Digo.id
Ilustrasi Tim DIGO.ID
INDONESIA, DIGO.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan seseorang di bawah usia 40 tahun menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) jika mereka telah atau sedang menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah, telah memunculkan berbagai reaksi dan penilaian dalam dunia politik Indonesia. Beberapa pihak dianggap diuntungkan oleh putusan MK, sementara yang lain dirugikan. Dalam konteks putusan ini, siapa yang memperoleh keuntungan, dan siapa yang mungkin terdampak secara negatif?
Yang Diuntungkan:
1. Gibran Rakabuming Raka: Putusan MK memberi kesempatan bagi Gibran, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo, untuk menjadi calon wakil presiden. Dengan demikian, ia bisa mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024, yang berpotensi memberikan pengaruh signifikan pada peluang Prabowo untuk memenangkan pemilihan.
2. Prabowo Subianto: Prabowo diuntungkan karena putusan MK dapat memungkinkan dia mendapatkan dukungan penuh dari Joko Widodo yang masih menjabat sebagai presiden saat pemilihan. Dengan menggaet Gibran sebagai cawapres, Prabowo dapat memanfaatkan popularitas dan pengaruh keluarga Jokowi.
3. Joko Widodo (Jokowi): Jokowi juga dianggap mendapat keuntungan dari putusan MK, karena jika Gibran terpilih sebagai wakil presiden, maka estafet kekuasaan Jokowi akan berlanjut, memungkinkan kelanjutan kebijakan dan program-program yang telah diinisiasi oleh pemerintahan Jokowi.
Yang Dirugikan:
1. Sebagian Masyarakat: Beberapa pengamat politik berpendapat bahwa sebagian masyarakat adalah pihak yang mungkin dirugikan karena putusan MK ini dianggap sebagai langkah yang dapat merusak integritas sistem demokrasi Indonesia dan semakin menguatkan politik dinasti.
2. Demokrasi Indonesia: Upaya politik dinasti yang terlihat dalam putusan MK dianggap dapat merusak demokrasi Indonesia dengan membuat proses politik tidak lagi didasarkan pada kapabilitas (merit system), melainkan pada hubungan darah atau kekeluargaan. Hal ini dapat membuat kontestasi demokrasi menjadi kurang objektif dan adil.
3. Integritas Sistem Demokrasi: Putusan MK ini dianggap oleh beberapa pihak sebagai pertanda bahwa sistem demokrasi Indonesia telah terkompromi dan dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau keluarga politik, yang berpotensi merusak integritas sistem demokrasi secara keseluruhan.
Gugatan MK oleh Almas Tsaqibbirru:
Mahasiswa Almas Tsaqibbirru mengajukan gugatan terhadap pasal 169 huruf q Pemilu yang memunculkan putusan MK ini. Almas mengatakan bahwa gugatan ini didasari oleh keinginannya untuk menguji materi kuliah yang diperolehnya di bangku kuliah di Fakultas Hukum UNSA dan prihatin dengan pembatasan usia bagi calon presiden dan cawapres yang menghalangi banyak anak muda berpotensi untuk maju dalam politik.
Penarikan Isu Elektabilitas Gibran:
Meskipun elektabilitas Gibran dalam survei-seurvei terbaru terlihat relatif rendah dibandingkan dengan beberapa kandidat lain, Prabowo tetap tertarik pada Gibran sebagai calon wakil presiden. Hal ini mungkin terkait dengan upaya Prabowo untuk memanfaatkan relasi kuasa yang dimiliki Jokowi dan memenangkan dukungan keluarga Jokowi, yang dapat memperkuat posisinya dalam kontestasi politik.
Dengan pendaftaran Prabowo dan Gibran sebagai pasangan calon dalam Pilpres 2024, dinamika politik Indonesia semakin menarik perhatian publik. Meskipun putusan MK memunculkan berbagai pro dan kontra, itu akan menjadi salah satu poin penting dalam peta politik Indonesia dalam beberapa tahun mendatang. (uc/khn).