Pakar sebut ada salah persepsi terkait pemberhentian Aswanto
Jumat, 07 Oktober 2022 11:21
Reporter : Antara
(Foto: ant)
Jakarta - Pakar hukum tata negara Hamdan
Zoelva mengatakan bahwa terdapat salah persepsi yang fatal terkait
pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR.
"Dalam kasus pemberhentian Hakim Konstitusi
Aswanto oleh DPR, ada salah persepsi yang fatal," kata Hamdan Zoelva dalam
acara bertajuk, "Qua Vadis Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman" yang
disiarkan di kanal YouTube Salam Radio Channel, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Hamdan mengatakan, terdapat anggapan bahwa hakim
yang sumbernya berasal dari DPR itu berada di bawah kontrol dan kendali DPR.
Anggapan tersebut, tutur Hamdan, tidaklah tepat.
"Hakim konstitusi itu bukan diutus sehingga
dia membawa mandat DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung. Ini hanya pintu gerbang
dalam proses seleksi saja," ucap Hamdan.
Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015 ini
menegaskan bahwa para hakim konstitusi merupakan sosok yang independen setelah
dilantik oleh presiden tanpa peduli dia berasal dari mana, baik dari DPR,
Presiden, maupun Mahkamah Agung.
"Ini sebenarnya filosofi-nya. Jadi, sekali
lagi, itu logika recalling atau perwakilan
institusi dari hakim konstitusi, itu adalah logika yang bertentangan dengan
UUD, kekuasaan kehakiman yang merdeka," ucapnya.
Adapun tujuan dari proses seleksi yang berasal
dari DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung, adalah untuk merefleksikan perimbangan
dari tiga kekuasaan utama negara, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan
legislatif, dan kekuasaan yudikatif.
"Untuk memberikan keragaman berpikir,
keragaman latar belakang dari hakim konstitusi. Itulah sebenarnya
harapannya," kata Hamdan.
Ketika seorang hakim konstitusi tidak lagi
independen dan imparsial, terlebih ketika mewakili kepentingan dari DPR, Presiden,
maupun Mahkamah Agung, maka pihak yang paling dirugikan adalah rakyat.
"Yang paling dirugikan adalah rakyat, jadi
tidak bisa memperoleh keadilan," kata Hamdan. (ant)