Industri Rokok Terguncang Akibat Naiknya Cukai Hasil Tembakau
Rabu, 03 Januari 2024 19:57
Reporter : Ekadyana N. Fauzi
Ilustrasi Sri Mulyani dan naiknya cukai produk tembakau/TimDigo.id
Jakarta, DigoID-Mulai Januari 2024 cukai hasil tembakau mengalami kenaikan, yang secara langsung bakal berdampak terhadap harga rokok dan produk tembakau alternatif turunannya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyepakati dan menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10% untuk 2023 dan 2024.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Kementerian Keuangan resmi mulai menerapkan pajak untuk rokok elektrik per 1 Januari 2024. Hal ini beriringan dengan pengenaan cukai rokok konvensional yang dikenakan pada produk hasil tembakau.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita akan segera menerapkan harga baru pada sejumlah jenis rokok elektrik. Pengenaan pajak dan kenaikan cukai diakui merupakan beban berat bagi pengusaha.
"Untuk yang berpita cukai 2024 kita antisipasi kenaikan di 10-20%. Berlaku segera di tahun ini, di produk-produk yang sudah menggunakan pita cukai baru 2024," kata Garin, Selasa, 2 Januari 2024.
Dia menambahkan dampak dari beban pajak tahun ini sangat besar, sehingga mengancam penyusutan produksi, khususnya untuk kategori rokok elektrik cair sistem terbuka.
Garin menilai penerapan pajak rokok elektrik sebesar 10% yang dibarengi dengan kenaikan CHT untuk rokok elektrik 15% akan mengguncang industri tembakau.
Belum lagi, harga jual eceran (HJE) rokok yang makin tinggi di pasaran saat ini dan memicu penyebaran produk rokok ilegal. Kondisi ini dipastikan akan menurunkan kinerja industri rokok elektrik sistem terbuka.
Mereka meminta agar pemerintah berkenan untuk menunda penerapan pajak rokok elektrik hingga 2026 atau 2027. Usulan penundaan tersebut didasari oleh kenaikan CHT tahun 2024 dan PPN Hasil Tembakau akan ditetapkan naik pada 2025.
Dengan demikian, menurutnya, pemberlakuan pajak pada tahun 2026 atau 2027 merupakan saat yang tepat agar tidak ada penambahan beban ganda. Tahun 2024, industri rokok elektrik mau tak mau menelan pil pahit total ongkos pajak dan cukai 25%.
Di sisi lain, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) memastikan kenaikan tarif cukai hasil tembakau akan membuat harga jual rokok kembali melambung hingga penurunan produksi.
"Otomatis harga jual eceran rokok naik, sementara konsumen daya belinya lemah," kata Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi, dikutip Selasa, 19 Desember 2023.
Tak hanya itu, kenaikan tarif cukai di tengah daya beli yang lesu semakin memicu peredaran rokok ilegal yang lebih murah di tengah masyarakat. Sementara itu, pelaku industri terpaksa untuk menaikkan harga jual.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan produksi rokok secara umum turun 1,8%, khususnya golongan I yang anjlok hingga 14% (year-on-year/yoy) setelah pemerintah menaikkan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) 10%.
Sri Mulyani menyampaikan penurunan produksi rokok mulai dari Marlboro hingga Sampoerna tersebut sejalan dengan harapan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok.
“Overall produksi turun 1,8%, ini memang yang kita harapkan produksi rokok menurun,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita 2023, Selasa, 2 Januari 2024.
Meski produksi rokok golongan I, yang merupakan kelompok produsen rokok terbesar, anjlok hingga 14%, namun produksi untuk rokok golongan II dan III justru meningkat.
Bendahara Negara menyampaikan produksi rokok untuk golongan II naik 11,6%. Bahkan, untuk industri rokok kecil yang termasuk dalam golongan III naiknya mencapai 28,2%.
“Ini berarti komposisi dari CHT mengalami shifting atau pergeseran, yang tadinya golongan I pindah ke golongan II dan III yang tarifnya naik tidak terlalu tinggi. Ini yang harus kita waspadai,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, cukai hasil tembakau atau CHT menjadi kontributor utama penerimaan kepabeanan dan cukai, dimana menyumbang Rp 221,8 triliun terhadap total penerimaan di angka Rp 286,2 triliun sepanjang 2023.
Sri Mulyani menyampaikan kenaikan dari cukai hasil tembakau yang memang dilakukan berturut-turut dan naik cukup besar hingga 10% mempengaruhi penerimaan negara.
Hal tersebut mengacu dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berupa sigaret, cerutu, rokok daun atau klobot, dan tembakau iris.
Di mana golongan sigaret kretek mesin (SKM) I dan II rata-rata naik antara 11,5 persen—11,75 persen, sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik sekitar 11 persen, serta sigaret kretek tangan (SKT) rata-rata 5 persen.