Beli Alutsista Bekas Jadikan Indonesia Dipandang Sebelah Mata
Senin, 08 Januari 2024 22:58
Reporter : Ekadyana N. Fauzi
Ilustrasi Alutsista Bekas
Jakarta, DigoID-Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksamana Madya (Laksdya) Purnawirawan (Purn) Agus Setiadji mengkritik langkah Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto membeli alat utama sistem senjata TNI (alutsista) bekas dari negara lain.
"Saya pernah tahu dari staf Menhan bahwa pembelian alutsista bekas itu adalah sebagai pengisi gap atau kekosongan. Tapi masalahnya pengisi kekosongan itu tidak terlalu panjang (waktunya). Sebab kalau kekosonganya hanya 5 tahun saja, kenapa tidak sekalian beli alutsista yang baru," kata Laksdya (Purn) Agus Setiadji saat diwawancarai Reinhard Sirait, dalam Podcast LanjutGan, Jumat, 7 Januari 2024.
Menurut Agus, apabila memesan alutsista maka kemungkinan barangnya lima tahun lagi baru datang. Sebenarnya Indonesia tidak perlu membeli pesawat bekas yang pada 15 tahun lalu rencana Indonesia membeli pesawat itu ditolak.
Agus mengaku, dirinya tidak mempertanyakan keputusan pembelian alutsista yang bekas, sebagaimana apa yang dilakukan oleh Menhan Prabowo saat ini. Namun Agus menilai ada kebijakan yang tidak pas yang dilakukan Menhan.
"Seharusnya kita sebagai bangsa tetap tegas menjaga Undang-undang Industri pertahanan di Tanah Air dan tetap fokus pada pengadaan alutsista baru. Kita harus mempunyai bargaining power untuk bisa mendapatkan alutsista baru," ucap Agus.
Menurut Agus, bargaining power itu jadi faktor kekuatan sangat penting dan punya pengaruh besar dalam menentukan seberapa kuat pertahanan sebuah negara. Karena negara-negara di kawasan akan sangat memperhatikan dan melihat kekuatan alutsista negara-negara di sekitarnya.
"Mereka akan melihat, negara sebelah itu pengadaan alat pertahanannya itu barang-barang apa saja, baru atau bekas. Kalau mereka melihat selama ini barang-barang negara sebelahnya adalah barang-barang yang sudah bekas, absolute dan berpuluh-puluh tahun tidak digunakan, maka mereka akan menilai aah negara sebesar itu saja alutsistanya tidak proper," pungkas Agus.
Dampak lanjutannya maka kekuatan pertahanan negara tersebut akan dipandang sebelah mata, karena peralatan alutsistanya adalah barang-barang bekas.
Timnas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) meluruskan pernyataan Anies soal anggaran Rp 700 triliun Kementerian Pertahanan (Kemenhan) digunakan membeli alutsista bekas. Timnas AMIN menjelaskan itu anggaran Kemhan selama 5 tahun bukan pembelian alutsista bekas.
"Jadi sebelum masuk ke situ kan Rp 700 T itu kan sebenarnya data anggaran Kemhan ya selama 5 tahun ya. Kalau kemarin kan Tempo juga sempat lakukan fact check, beberapa media lakukan fact check. Bahwa anggaran terakhir 2021 apa 2020 cuma Rp 131 T jadi yang Rp 700 T saya luruskan dari awal disclaimer bahwa itu anggaran 5 tahun selama 2019-2024," kata juru bicara Anies Baswedan, Billy David, kepada wartawan, Senin, 8 Januari 2024.
Billy mengatakan ada dua alasan soal ketidakterbukaan Prabowo soal anggaran tersebut selain bersifat rahasia. Pertama, proses legislasi Komisi I DPR yang beberapa kali dilakukan secara tertutup dengan Kemhan.
"Dan kalau proses keterbukaan itu ada dua hal yang pertama ketika Pak Prabowo saya kutip pernyataannya bahwa ada 2 alasan kenapa itu nggak dibuka selain bersifat rahasia. Yang pertama tentang proses legislasi di Komisi I, kita beberapa kali ingat dengan mudah sekali menemukan bahwa beberapa kali pertemuan Komisi I dengan Kemhan dilakukan secara tertutup," katanya.
"Bahkan hasilnya pun saya belum dalami detil tetapi saya rasa juga sebenarnya tidak bisa terbuka itu diakses oleh publik, itu yang pertama," tambahnya.
Kedua, partai politik di dalam Komisi I DPR yang disebutkan Prabowo saat debat itu merupakan proses legislasi. Menurutnya, hal ini lebih baik dikomentari oleh para partai politik.
"Kemudian juga tentang partai politik yang disebutkan beliau ya itu kan proses legislasi semua parpol pasti punya kewenangan, punya diskusi, punya dinamika ketika proses pembahasan berlangsung. Dan ranah itu sih kita masuk ke ranahnya parpol lebih baik parpol yang komentari," jelasnya.
Billy menilai tak semua rapat legislasi bisa terbuka secara publik. Billy kembali menegaskan bahwa anggaran Rp 700 T bukan untuk pembelian alutsista bekas melainkan anggaran Kemhan selama 5 tahun.
"Tetapi point saya tadi itu, ya berkaca aja bahwa nggak semua rapat legislasi bisa terbuka secara publik dan datanya bisa kita mudah dengan temukan. Nggak hanya satu kali rapat ya, nggak hanya satu kali pertemuan tapi beberapa kali pertemuan rapat dengan komisi I," tuturnya.
"Iya gitu (bukan untuk pembelian alutsista bekas melainkan anggaran Kemhan selama 5 tahun)," lanjutnya.