UNESCO: Jurnalis Terbunuh Selama 2022 Meningkat 50 Persen
Rabu, 18 Januari 2023 00:35
Reporter : Hartifiany Praisra
Dok Anadolu.
JENEWA -- UNESCO merilis sebanyak 86 jurnalis serta pekerja media dari seluruh dunia terbunuh pada 2022 atau setara dengan satu yang tewas setiap harinya. Hal tersebut menunjukkan peningkatan 50 persen dibandingkan pada tahun 2021.
UNESCO diberikan perintah guna memastikan kebebasan berekspresi serta keamanan jurnalis seluruh dunia. Dalam laporan tersebut diungkapkan juga berbagai risiko serta kemungkinan buruk yang akan dihadapi jurnalis dalam pekerjaan mereka.
Akan tetapi, jumlah korban yang dirilis oleh UNESCO ini lebih sedikit jika dibandingkan total yang dilaporkan tewas menurut data Press Emblem Campaign (PEC).
Organisasi kebebasan pers yang bermarkas di Jenewa, Swiss, ini menyatakan terdapat 115 orang jurnalis tewas pada 2022. Jumlah ini meningkat 45 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini sekaligus menjadi jumlah korban terbanyak sejak 2018.
“Setelah beberapa tahun mengalami penurunan, peningkatan tajam jumlah jurnalis yang terbunuh pada 2022 mengkhawatirkan,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay melansir laman Kantor Berita Anadolu.
Dilaporkan Amerika Latin serta Karibia menjadi wilayah paling mematikan bagi jurnalis pada 2022, dengan 44 pembunuhan atau lebih dari setengah jumlah korban di seluruh dunia. Kemudian terjadi pula 16 pembunuhan di Asia serta wilayah Pasifik. Disusul 11 jurnalis yang tewas di Eropa Timur.
Lebih lanjut, Meksiko menjadi negara yang mencatat kasus pembunuhan jurnalis paling banyak dengan 19 pembunuhan, Ukraina 10, serta Haiti 9.
Dalam laporannya, UNESCO menyebutkan setengah dari jumlah jurnalis yang terbunuh pada 2022 itu justru terjadi ketika mereka sedang tidak bertugas. Para pekerja media itu dibunuh ketika bepergian, di rumah mereka atau di tempat parkir serta tempat umum lainnya.
Dari berbagai kasus tersebut, disimpulkan bahwa tidak ada ruang aman bagi jurnalis bahkan saat waktu luang mereka.
"Sedangkan jumlah jurnalis yang terbunuh di negara-negara konflik naik dari 20 orang pada 2021 menjadi 23 orang pada 2022," tuturnya.
Para jurnalis ini tewas karena berbagai penyebab. Adanya yang dibunuh atas dasar pembalasan karena melaporkan kejahatan terorganisir, konflik bersenjata atau munculnya gerakan ekstremisme serta melakukan peliputan hal-hal yang sensitif seperti kasus korupsi, kejahatan lingkungan, penyalahgunaan kekuasaan, dan aksi protes.
Tak hanya itu, jurnalis juga menghadapi beragam ancaman disertai kekerasan, mulai dari penghilangan paksa, penculikan, penahanan sewenang-wenang, dan kekerasan digital terutama kepada jurnalis perempuan.