Psikolog: Pembatasan Saat Covid-19 Buat Remaja Mudah Depresi
Selasa, 20 Desember 2022 20:43
Reporter : Fitri Sekar Putri
Ilustrasi remaja depresi.
BANDUNG -- Hasil Survey Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mencatata bahwa 2,45 juta remaja yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia. Survey tersebut dilakukan pada 2021 terhadap 5.664 pasang remaja beserta pengasuhnya.
Survey tersebut dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan beberepa kampus lain seperti Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Dari hasil survei yang telah dilakukan, hasilnya ialah satu dari tiga remaja Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa dalam 12 bulan terakhir. Sedangkan satu dari dua puluh remaja Indonesia mengalami gangguan jiwa dalam 12 bulan terakhir.
Angka tersebut setara dengan masing-masing 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Berbagai gangguan jiwa pada remaja ini sesuai dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi pedoman penegakan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia dan internasional.
Psikolog dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Stephanie Reihana, mengatakan jika peningkatan gejala masalah psikologis tersebut dapat dipicu dari masalah pandemi Covid-19.
"Kondisi pembatasan sosial, akibat Covid-19 membuat remaja lebih kesepian dan bisa berakhir depresi," ujar Stephanie.
Ia juga menyebutkan jika peningkatan penggunaan gawai yang berlebihan juga berkolerasi dengan menurunnya kesehatan mental.
"Digital yang dimaksud salah satunya peningkatan penggunaan medsos, adiksi game online, kecanduan pornografi, judi online dan seterusnya," tutur Stephanie.
Lebih lanjut Stephanie menjelaskan jika kondisi digital seperti itulah yang membedakan remaja masa kini dengan remaja sebelum-sebelumnya. Hal tersebut menjadi faktor mengapa masalah kesehatan mental meningkat.
Untuk mengurangi angka depresi para remaja Indonesia, Stephani menyebutkan beberapa alternatif solusi, seperti dengan lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan yang positif.
"Remaja perlu ikut kegiatan-kegiatan pengembangan diri yang positif. Perbanyak hobi-hobi yang bermanfaat," tutur Stephanie.
Di samping melakukan kegiatan positif dan kembali berkehidupan normal pascapandemi, Stephanie juga menegaskan jika penurunan angka depresi para remaja baru bisa menurun jika ada penangan.
"Harapannya demikian, bagi remaja yang mengalami masalah psikologis akibat covid. Namun masalah kejiwaan atau gangguan seperti depresi baru bisa menurun jika ada penanganan dna intervensi, baik dari medis, psikologis, spiritual dan sosial," tutup Stephanie.