PKL Kota Bandung: Banyak Larangan, Minim Akomodasi
Minggu, 01 Januari 2023 17:29
Reporter : Nadiana Tsamratul Fuadah
PKL di Kota Bandung. Dok. Rubby Jovan Primananda
BANDUNG -- Pedagang Kaki Lima atau yang biasa dikenal dengan PKL semakin marak hadir di Kota Bandung. Ragam PKL juga semakin bervariasi, mulai dari pedagang asongan, emperan, gerobak, hingga ada yang dinamakan dengan Moko atau Mobil Toko.
Pengamat Tata Kota, Denny Zulkaidi menuturkan selain banyak ragamnya, waktu berdagang PKL juga berbeda, ada yang sementara juga ada yang permanen.
"Ada yang berjualan temporer artinya dia dateng, buka lapak jualan, selesai dia tutup bersih lagi, nah itu PKL yang benar, PKL yang menganggu itu yang permanen jadi terus-terusan aja disitu sampe bikin kios kemudian jadi permanen dan seterusnya karena tidak ditertibkan," kata Denny kepada digo id, beberapa waktu lalu.
Selain itu, permasalahan PKL di Bandung adalah banyaknya PKL yang berjualan di trotoar sehingga hak pengguna jalan terbatasi. Menurut Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), seharusnya pelarangan PKL harus turut mempertimbangkan kepentingan PKL-nya.
"Kalo misalnya hanya dilarang-larang tidak boleh artinya sesuai dengan aturan tetapi tidak mempertimbangkan kepentingan atau mengakomodasi kepentingan PKL-nya," kata Denny.
Menurutnya, berjualan disekitaran trotoar diperbolehkan apabila trotoar cukup lebar dan masih dapat digunakan oleh pengguna jalan.
"Nah yang boleh lagi di trotoar, kalo trotoarnya cukup lebar. Misalnya PKLnya satu meter atau setengah meter, pejalan itu minimum 1-2 meter, jadi kalo ada orang berpas-pasan di jalan itu ada ruang, bisa jalan dua orang berhadapan. Nah sisanya kalo lebih dari itu dan cukup buat PKL itu masih bisa dialokasikan, misal trotoarnya 3 meter, 1-2 meter buat pejalan sisanya boleh untuk PKL gitu, jadi tidak semua trotoar boleh," jelas Denny.
Sayangnya, tidak banyak trotoar di Bandung yang cukup lebar untuk PKL yang berjualan. Apalagi PKL yang berjualan makanan, lanjut Denny, membutuhkan tempat yang lebih luas terutama yang menyediakan meja dan kursi untuk makan di tempat.
Menurut Denny jika akan menertibkan PKL, pemerintah harus menyediakan ruang-ruang yang memang diperuntukan untuk kegiatan PKL atau sektor informal. Tidak murah, tetapi bisa dengan cara bekerja sama dengan pihak ketiga.
"Pemerintah harus menyediakan ruang-ruang yang memang diperuntukkan untuk kegiatan sektor informal dan itu tidak murah, karena harus membebaskan tanah, kecuali kalau misalkan bekerja sama dengan pihak ketiga seperti pemerintah atau perkantoran, kalo perkantoran malem tutup tempat parkirnya bisa dijadikan jualan pkl makanan, tapi kalo yang lain-lainnya misalnya jual baju dari pagi sampai malem, itu kan tidak bisa ditempat seperti itu," kata Denny.
Denny menambahkan untuk PKL sudah diatur di Peraturan Daerah. Namun, menurutnya mungkin pemerintah tidak konsisten dengan aturannya sendiri. Seharusnya apabila dalam peraturannya tertulis bahwa zona tersebut zona merah, harusnya dibersihkan saja.
"Untuk yang memang menganggu pejalan itu seharusnya ditertibkan, yang paling penting adalah mengutamakan fungsi utamanya, kalo trotoar untuk jalan, jadi ya untuk pejalan dulu, kalo untuk pejalan cukup dan ada sisa nah baru boleh kegiatan lainnya termasuk untuk berdagang, PKL, dan sebagainya," kata Denny.
Denny mengatakan, dalam penertiban dan penempatan PKL di Bandung perlu ada pembinaan mengenai zona-zona yang sudah diatur, sediakan pula ruang untuk lokasi PKL per area dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga untuk tempat yang tidak dipakai pada waktu tertentu.
Ia menambahkan perlu mengidentifikasi pedagang-pedagang dan lokasi mereka, kemudian sediakan ruang khusus tergantung dari jenisnya.
Seperti di Solo, Denny mencontohkan pemerintah Solo menyediakan terlebih dahulu tempatnya, setelahnya PKL ditertibkan, agar tidak ada alasan untuk para PKL menolak ditertibkan.
Baginya, apabila pemerintah tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai dan para PKL mengusahakan lapangan pekerjaannya sendiri, harus dihargai dan dilindungi sejauh tidak menimbulkan gangguan pada pihak lain.
"Prinsipnya gini, tidak sederhana menuntaskan kalo pemerintah tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang memadai, jadi kalau mereka mengusahakan lapangan kerja sendiri semua jadi harus dihargai dan dilindungi asal jangan menyebabkan gangguan kepada pihak yang lain, PKL cari uang silakan bebas, tetapi hak orang lain juga tetap harus dilindungi," tutup Denny.