Perjuangan Dakwah Salahuddin Untuk Indonesia Merdeka
Jumat, 11 November 2022 02:23
Reporter : Siti Ninu Nugraha
Dok. ant
HALMAHERA -- Haji Salahhudin bin Talabuddin merupakan salah satu pejuang asli Halmahera Tengah, Maluku Utara, yang kini mendapatkan gelar pahlawan nasional dari Presiden Joko Widodo.
Mungkin masih banyak yang belum familiar dengan sosoknya ini. Padahal dia punya andil yang penting dalam melawan penjajah Belanda yang berkuasa di wilayah Indonesia Timur.
Salahuddin Bin Talabuddin lahir pada tahun 1874 di Desa Gemia, Patani, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Ia dilahirkan di dalam keluarga dan lingkungan yang mengutamakan ajaran akhlak, berbudi pekerti, dan kejujuran berdasarkan ajaran agama islam.
Pada tahun 1911, Salahuddin mengajarkan anak-anak baca tulis Al-quran setelah ia pulang dari Tanah Suci. Selain mengajar, ia juga bekerja sebagai nelayan dan pedagang.
Kemudian pada tahun 1916 Salahuddin pindah ke Salawati di Raja Ampat, Papua. Ia menikahi gadis Raja Ampat bernama Mukminah. Namun, pada pernikahan tersebut, ia tidak dikaruniai anak.
Di Salawati, dia aktif mengadakan pengajian. Ternyata, kegiatan tersebut membuat polisi Belanda tidak menyukainya.
Pada tahun 1918, wilayah Salawati dilanda wabah penyakit beri-beri atau hepatitis. Sehingga menyebabkan anak angkat Salahuddin meninggal dunia. Hal ini dimanfaatkan oleh penjajah Belanda untuk menghentikan kegiatan pengajian yang dilakukan Salahuddin.
Akibat kejadian ini, Salahuddin dipenjara di Sawahlunto, Sumatera Barat, atas tuduhan membunuh anak angkatnya, yaitu Samiri. Ia kemudian bebas pada tahun 1923 dari penjara yang dikhususkan bagi tahanan yang akan dihukum mati itu.
Kemudian di tahun 1925, Salahuddin masuk ke dalam Syarikat Islam Merah. Pergerakan yang dilakukannya ini sejalan dengan prinsip Salahuddin, yaitu menentang imperialisme Belanda.
Di masa ini, polisi Belanda berencana Salahuddi. Tetapi ia berhasil lolos dan menjadi buronan politik.
Setelah Syarikat Islam Merah dibubarkan pada 1928, Salahuddin kemudian bergabung dengan Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Ia juga bergabung dengan kepengurusan Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Berdasarkan pengalaman pergerakan politik pada masa Syarikat Islam, Salahuddin sudah mengetahui bagaimana kelicikan VOC. Kemudian Salahuddin mempersenjatai rakyat sebagai solusinya. Dirinya mengetahui bahwa Belanda tidak akan tinggal diam dengan pergerakannya
Salahuddin selanjutnya mendirikan organisasi islam di Pulau Kibin, yaitu Syarikat Jami’atul Ikhwan Iman Wal Islam (SJII). Organisasi ini didirikan guna melawan imperialisme Belanda dan berjuang untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia.
Kegiatan orgasisasi SJII diawali dengan membangun masjid di KCP untuk mengadakan kelompok pengajian. Setelah itu, Salahuddin pindah ke Pulau Yoi, Halmahera Tengah untuk membuat sebuah mushola. Ia juga pergi ke Kampung Umera, Pulau Gebe, Halmahera, dan membuat masjid di sana.
Masjid yang didirikan di Umera dijadikan sebagai pusat dari seluruh kegiatan SJII. Dia sempat berpesan kepada pengikutnya, yakni mengharamkan siapapun yang mengikuti penjajah.
Dari perjuangan berdakwahnya tersebut, membuat pemerintah Belanda mengawasi segala kegiatan dakwah yang dilakukan Salahuddin. Pemerintah Belanda mempengaruhi warga sekitar untuk tidak mengikuti Salahuddin.
Pada tahun 1941, Salahuddin, dan beberapa orang lainnya mengibarkan bendera merah putih. Usai kejadian ini, Salahuddin ditangkap bersama para tokoh SJII. Pemerintah Belanja juga menangkap istri Salahuddin saat itu.
Salahuddin dan tokoh SJII dibawa pemerintah kolonial Belanda ke Ternate untuk diperiksa. Setelah pemerikasaan, mereka dipenjara selama dua tahun di Nusakambangan.
Belanda menganggap Salahuddin berbahaya bagi mereka. Kemudian pada 1943 Salahuddin dipindahkan ke penjara Boven Digul yang terletak di Pulau Papua. Dia dikurung selama satu tahun. Setelah Belanda menyerah pada Jepang, seluruh tahanan di Boven Dibebaskan.
Pada 1946, seluruh pengikut Salahuddin meminta ia pindah ke Patani hingga SJII beranggotakan ribuan orang. Penduduk yang beragama kristen mengatakan akan mendukung SJII dan siap mati untuk mempertahankan Republik Indonesia.
Tak lama usai Indonesia merdeka, munculah serangkaian polemik demi mempertahankan keutuhan NKRI. Salah satunya adalah munculnya gerakan Negara Indonesia Timur (NIT) yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Wilayah NIT sendiri terdiri dari Sulawesi, Sunda kecil (Bali dan Nusa Tenggara), Kepulauan Maluku, termasuk Maluku Utara. Salahuddin pun kembali terlibat masalah pada karena adanya NIT ini.
Dia pun ditangkap dengan tuduhan penghasutan pada rakyat pada Februari 1947. Haji Salahuddin ditangkap dengan beberapa orang lainnya.
Sayang, pada 13 September 1947, Salahuddin bersama 6 orang pengikutnya dinyatakan bersalah. Meski dia telah menyatakan hanya patuh pada pemerintah RI, tidak pada yang lain, termasuk NIT yang merupakan pengaruh dari Belanda.
Salahuddin dijatuhi hukuman mati pada 6 Juni 1948 oleh regu eksekusi tembak. Dia kemudian dikebumikan di pemakaman Islam di Ternate.