Pentingnya Periksa Kontak Erat TBC
Senin, 31 Oktober 2022 19:19
Reporter : Hartifiany Praisra
Ilustrasi Paru
JAKARTA -- Ketua Tim Kerja TBC dan ISPA Kementerian Kesehatan RI Tiffany Tiara Pakasi mengingatkan pentingnya untuk memeriksa kontak erat pasien tuberkulosis (TBC). Pemeriksaan ini sebagai upaya deteksi dini kemungkinan adanya penularan.
"TBC itu penularannya secara langsung dari orang yang sakit ke orang sehat yang terdekat di sekitarnya. Inilah yang kita kenal dengan istilah kontak erat. Kita harus melakukan investigasi kontak, bahwa setiap kasus yang ditemukan harus diperiksa kontak terdekatnya," kata Tiara pada Senin 31 Oktober 2022.
Tiara menjelaskan bahwa jika saat pemeriksaan ditemukan ada kontak erat yang juga mengidap TBC, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah pengobatan hingga sembuh.
"Tapi kalau dia tidak sakit TBC, maka akan dilihat lebih lanjut apakah dia memenuhi syarat untuk mendapatkan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT)," kata Tiara.
"Intinya, harus ada engagement dengan tenaga kesehatan sehingga bisa dimonitor dan ditindaklanjuti sesuai kebutuhan," imbuh Tiara.
Sebagai informasi, Tiara mengemukakan bahwa berdasarkan data terbaru dari Global Tuberculosis Report tahun 2022, Indonesia saat ini menempati posisi kedua dengan beban kasus TBC tertinggi setelah India. Posisi ini naik dari posisi ketiga pada tahun sebelumnya, dengan estimasi kasus sebesar 969 ribu dan jumlah kematian mencapai 144 ribu.
Sayangnya, kata dia, selama program penanggulangan TBC yang telah berjalan dalam 9 bulan pada tahun 2022, kasus TBC yang ditemukan baru 52 persen.
Untuk itu, lanjut Tiara, pemeriksaan kontak erat sangat berperan penting untuk menemukan pasien TBC dan TBC laten (TBC yang asimtomatik atau tidak menunjukkan gejala).
"Tapi ini masih ada gap juga. Mungkin nanti para mahasiswa bisa berperan sebagai relawan atau apa, setidaknya menginfokan ke fasilitas kesehatan atau bahkan mendampingi kontak erat tersebut," ujar Tiara.
Sementara mengenai penerapan TPT, Tiara mengatakan masih jauh dari harapan sehingga dibutuhkan penguatan. Pasalnya, menurut dia hal tersebut lebih menantang dibandingkan pengobatan terhadap pasien yang sakit TBC.
"Minum obat anti tuberkulosis untuk yang jelas-jelas sakit TBC saja sudah menantang bagi pasien dan nakesnya. Sedangkan ini obat diminum oleh orang yang sehat jadi lebih menantang lagi. Ada persepsi enggak sakit tapi kok disuruh minum obat. Sehingga ini perlu dilakukan edukasi, sosialisasi, dan sebagainya tentang terapi pencegahan tuberkulosis ini," kata Tiara. (ant)