Pengungsi Rohingya Melarikan Diri Hingga Aceh
Rabu, 28 Desember 2022 18:45
Reporter : Siti Ninu Nugraha
Kapal pengungsi Rohingya di Aceh. Dok. Straits Times/AFP
DHAKA -- Sebanyak 174 pengungsi Rohingya terdampar di salah satu pantai di Provinsi Aceh, Senin 26 Desember 2022. Saat ditenukan, pengungsi Rohingya mengalami dehidrasi, kelelahan, dan membutuhkan perawatan medis setelah berminggu-minggu di laut.
Melansir Straits Times, Badan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi atau The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) mengatakan, 2022 ini menjadi jumlah terbanyak pengungsi Rohingya yang melarikan diri melalui jalur perairan selama satu dekade terakhir. Mereka merasa putus asa di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.
Bangladesh berusaha menghentikan pelarian pengungsi Rohingya menggunakan perahu ke Asia Tenggara karena sangat bahaya. Salah seorang pejabat pemerintah khawatir tahun ini menjadi bisa menjadi salah satu yang paling mematikan bagi muslim yang teraniaya dari Myanmar.
Disisi lain, Komisaris Bantuan dan Repatriasi Pengungsi Bangladesh, Mohammad Mizanur Rahman mengatakan, pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghentikan pengungsi Rohingya untuk melakukan perjalanan berbahaya. Ia mengadakan pembicaraan dengan tokoh-tokoh masyarakat di kamp untuk memperingati bahayanya.
"Kami melakukan segalanya yang mungkin untuk menghentikan mereka melakukan perjalanan berbahaya. Kami pergi dari pintu ke pintu dan mengadakan pembicaraan dengan tokoh masyarakat di kamp untuk menjelaskan bahayanya," ujar Mizanur.
Menurutnya, Lembaga Penegak Hukum Bangladesh, Angkatan Laut, dan penjaga pantai telah bersiaga. Mereka menagkap orang-orang yang terlibat dalam perdagangan manusia.
Hampir satu juta pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi Bangladesh. Dari jumlah tersebut banyak pengungsi yang melarikan diri dari rumah mereka terutama yang beragama Budha pada 2017 untuk menghindari tindakan keras militer.
Pada 2022, sebanyak 2.400 Rohingya mencoba melakukan perjalanan laut ke negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. Pelarian ini, menurut UNHCR meningkat lima kali lipat dari tahun sebelumnya.
Beberapa kapal telah mendarat di Indonesia sejak November lalu, dan Angkatan Laut Sri Lanka menyelamatkan salah satunya. Kemudian neayan Thailand menemukan enam pengungsi Rohingya yang hanyut di laut minggu ini, mereka menempel di tangki air.
Mizanur mengatakan, situasi pengungsi Rohingya sangat buruk di Myanmar. Mereka kehilangan harapan untuk pulang meskipun sudah lima tahun ada pembicaraan tentang repatriasi.
Menurutnya, sebagian besar Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dari Asia Selatan yang ditolak kewarganegaraannya. Hidup di kamp cukup berat dan banyak orang yang putus asa.
Sementara itu, pemimpin kamp, Mohammed Imran mengatakan, hidup di kamp sangat sulit dan banyak orang yang putus asa. Ia melakukan perjalanan dari Bangladesh ke Malaysia, kemudian kembali lagi ke Bangladesh untuk tinggal bersama saudara perempuannya.
Seorang pemimpin Rohingya di Bangladesh, Dil Mohammed mengatakan banyak pengungsi yang siap mempertaruhkan nyawanya untuk menaiki kapal penyelundup. Orang-orang semakin frustasi karena tidak ada harapan untuk pulang.
"Orang-orang semakin frustasi dengan kehidupan pengungsi, dan tidak ada harapan untuk pulang, banyak dari mereka yang akhirnya mati, tapi tidak ada yang peduli," ujar Dil Mohammed.
Mohammed menambahkan, dirinya dan Rohingya lainnya telah ditinggalkan oleh komunitas internasional.
"Masyarakat internasional telah gagal menekan Myanmar," ujar Mohammed.