Pelanggaran Terhadap Anak Terus Meningkat, Apa Sebabnya ?
Selasa, 10 Oktober 2023 06:00
Reporter : Tim Digo.id
Ilustrasi/istimewa
Jakarta, DigoID--Angka kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak yang tercatat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengalami kenaikan setiap bulannya. Sejak Januari hingga Agustus 2023, angka kasus pelanggaran terhadap anak mencapai 2.355 kasus.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh KPAI, diketahui 723 kasus substansi kekerasan berhubungan erat dengan satuan pendidikan. Sisanya adalah data pelanggaran terhadap perlindungan anak misalnya menyangkut pengasuhan, terkait hak sipil, terkait kesehatan, dan perlindungan lainnya misalnya korban TPPO, anak korban HIV, eksploitasi dan sebagainya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aries Adi Leksono menerangkan, anak sebagai korban bullying atau perundungan sebanyak 87 kasus, anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan sebanyak 27 kasus,sedangkan anak korban kebijakan pendidikan 24 kasus, kemudian anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis 236 kasus, dan anak korban kekerasan seksual sebanyak 487 kasus, Senin 9 Oktober 2023.
“Data ini cenderung naik setiap bulannya, sehingga perlu mendapatkan perhatian bersama untuk menekan penurunan angka kekerasan anak, khususnya di lingkungan satuan pendidikan, lingkungan pendidikan harus aman dan nyaman untuk anak, sehingga tumbuh kembang anak dapat maksimal,” jelasnya.
Dampak Pandemi dan Pembelajaran Jarak Jauh
Sementara itu KPAI berpandangan beberapa penyebab tingginya angka kekerasan pada lingkungan satuan pendidikan antara lain karena terjadi learning loss dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi COVID-19. Lanjutnya hal ini berdasarkan hasil pengawasan KPAI ke lapangan.
“Kami juga baru saja terkait sekolah ramah anak, hadir di beberapa kegiatan sosialisasi edukasi pencegahan terkait kekerasan di sektor pendidikan rata-rata keluhan guru, kepala sekolah dan sebagian orang tua dan komite merasa kewalahan mengendalikan sikap karakter anak pasca pandemi. Mereka memberitahu anak-anak tidak responsif menerima,”
Selain itu, Aries menambahkan ketika awal masuk usai PJJ, ada beberapa anak yang slow respons dalam konteks merespons pengetahuan yang dia dapat sampai penguatan pendidikan karakter, ketika tidak ada proses pembiasaan, tidak ada proses pembudayaan apalagi sampai peneladanan itu transformasi sikap penguatan karakter anak hingga berujung pembentukan akhlak karakter susah.
Sebab kontrol yang terbentur pembelajaran jarak jauh (PJJ), tetapi hal ini akan berbeda jika anak tersebut bertemu secara langsung. Maka anak ini bisa dikontrol, dilatih,dibudayakan hingga karakter positifnya kuat.
“Dalam konteks transformasi penguatan karakter penting liat guru secara langsung, bisa mencontoh guru dan teman secara langsung dan seterusnya sehingga pembudayaan karakter positif berbasis satuan pendidikan bisa dengan sendirinya terbentuk,” jelasnya.
Pengaruh Game Online dan Media Sosial
Selain karena loss Learning, penyebab lainnya adalah pengaruh game online dan media sosial yang masih banyak menyajikan tayangan yang penuh kekerasan dan tidak ramah anak, sehingga karakter, akhlak, serta budi pekerti anak menjadi lemah. Selain itu, adanya penyimpangan relasi kuasa antara pendidik dengan peserta didik, sehingga seringkali bentuk kebijakan atau hukuman yang diberikan dapat mengakibatkan kekerasan pada peserta didik.
Adanya penyalahgunaan relasi kuasa antara peserta didik sesama peserta didik, merasa menjadi kakak kelas, merasa lebih kuat, sehingga mendorong melakukan kekerasan kepada yang adik kelas atau yang lebih lemah.
Perubahan Kurikulum dan Rendahnya Kedisiplinan
Selain itu, masih terselenggara struktur kurikulum dan metode pembelajaran yang menitikberatkan pada capaian target kognitif saja, sehingga pendidikan penguatan karakter kurang mendapatkan perhatian, serta pengawasan yang lemah dari satuan pendidikan serta kontrol kebijakan dan regulasi pada sisi implementasi dari dinas pendidikan.
Penyebab lainnya adalah anak dengan kontrol diri yang rendah, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, kebijakan sekolah dalam menciptakan rasa aman dan ramah terhadap seluruh siswa dan pengawasan disiplin positif satuan pendidikan yang masih rendah, tak kalah penting penyajian informasi di media massa yang terkadang tidak ramah anak, sehingga anak terdorong untuk mencontoh dan melakukan hal serupa pada satuan pendidikan, akibatnya menurunkan rasa peduli, empati, dan kasih sayang terhadap sesama.