PBB Serukan Pendanaan Segera untuk Perangi Malnutrisi Akut
Sabtu, 14 Januari 2023 18:00
Reporter : Dery Fitriadi Ginanjar

Foto: Ilustrasi
LONDON - Beberapa badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan pembiayaan yang mendesak untuk membantu jutaan anak yang menderita kekurangan gizi akut akibat konflik, guncangan iklim, dampak berkelanjutan dari pandemi COVID-19, dan meningkatnya biaya hidup.
"Saat ini, lebih dari 30 juta anak di 15 negara yang terkena dampak terburuk menderita kekurangan gizi--atau kekurangan gizi akut--dan delapan juta dari anak-anak itu sangat kurus, bentuk kekurangan gizi yang paling mematikan," kata lima badan PBB dalam sebuah pernyataan bersama pada Kamis (12/1).
Kelima belas negara tersebut adalah Afghanistan, Burkina Faso, Chad, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Haiti, Kenya, Madagaskar, Mali, Niger, Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, dan Yaman.
Menurut PBB, investasi yang lebih besar diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari krisis yang berkembang ini sebelum terlambat.
PBB juga mengatakan bahwa anak-anak dengan kondisi kekurangan gizi tersebut memiliki sistem kekebalan yang lemah dan berisiko lebih tinggi meninggal akibat penyakit umum pada masa kanak-kanak.
"Delapan juta orang sangat kurus--bentuk kekurangan gizi yang paling mematikan--yang berarti mereka 12 kali lebih mungkin meninggal daripada anak-anak yang cukup makan," ujar PBB.
Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Qu Dongyu mengatakan situasinya kemungkinan akan semakin memburuk tahun ini.
"Kita harus memastikan ketersediaan, keterjangkauan, dan aksesibilitas makanan sehat untuk anak-anak, perempuan, dan ibu hamil dan menyusui. Kita perlu tindakan segera sekarang untuk menyelamatkan nyawa dan mengatasi akar penyebab malnutrisi akut dan bekerja sama di semua sektor," tutur Qu.
OKI akan utus delegasi ke Afghanistan bahas hak-hak perempuan
Ankara - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berencana mengutus delegasi ke Afghanistan untuk membicarakan hak-hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan dengan pemerintah pimpinan Taliban.
Menyusul pertemuan luar biasa yang digagas oleh Turki, organisasi yang berbasis di Jeddah itu menyuarakan keprihatinan mereka terhadap pembatasan yang diberlakukan pemerintah Taliban bagi perempuan Afghanistan.
"Kami berupaya untuk mengirim tim kedua Ulama ke Afganistan guna melanjutkan dialog tentang keputusan (Taliban) untuk perampasan hak-hak perempuan Afghanistan atas pendidikan dan pekerjaan," kata Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha saat pertemuan tersebut.
Sekjen OKI itu juga mengatakan dialog tersebut akan berfokus membahas tentang langkah-langkah Taliban yang menghapus hak dasar anak perempuan dan perempuan Afghanistan atas pendidikan, pekerjaan dan keadilan sosial.
"Hak-hak ini merupakan prioritas utama bagi dunia Islam," katanya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengelar pertemuan dengan para mitranya dari negara-negara Muslim mengenai perkembangan terkini Afghanistan.
Pada Desember 2022, pemerintah sementara Taliban melarang anak perempuan berkuliah dan bekerja di organisasi kemanusiaan dalam dan luar negeri serta melarang mereka terjun ke dunia politik. (ant)