Pasca Serangan Israel, Warga Jerman Dipaksa Tinggalkan Lebanon
Jumat, 05 Januari 2024 17:16
Reporter : Ekadyana N. Fauzi
Ilustrasi warga jerman tinggalkan lebanon/TimDigo.id
Jakarta, DigoID-Pada 3 Januari 2024, Kementerian Luar Negeri Jerman mendesak warganya untuk meninggalkan Lebanon dengan segera setelah sehari serangan pesawat tak berawak Israel di Beirut.
Peringatan ini dibuat sebagai peringatan bahwa perluasan perang Israel-Hamas tidak dapat dikesampingkan.
Diketahui, serangan pesawat tak berawak Israel menewaskan seorang pemimpin senior Hamas, Saleh al-Arouri di Beirut pada Selasa, 2 Januari 2024, dikutip dari First Post. Ini menandai pembunuhan pertama terhadap seorang pejabat Hamas di luar Wilayah Palestina.
“Semua warga negara Jerman, yang masih berada di Lebanon, diminta untuk mendaftar pada daftar kesiapan krisis ELEFAND dan meninggalkan negara itu secepat mungkin,” kata kementerian itu.
“Hal ini berlaku bagi warga di bagian selatan Lebanon, hingga wilayah perkotaan selatan Beirut,” sambungnya.
Peringatan ini dikeluarkan setelah adanya pertemuan unit krisis pemerintah Jerman pada Rabu.
Meskipun tidak mengakui tuduhan tersebut, tetapi sumber-sumber keamanan Hamas, Hizbullah, dan Lebanon menyalahkan Israel atas pembunuhan al-Aruri.
Kematian Al-Aruri ini memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik Israel-Hamas. Apalagi, sebuah bom meledak di Iran sehari setelah pembunuhan Al-Aruri.
Setidaknya 103 orang tewas dan 200 lainnya terluka dalam ledakan yang terjadi pada acara peringatan kematian Jenderal Garda Revolusi Iran, Qasem Solaemani pada Rabu.
Ini merupakan serangan paling mematikan di negara itu sejak pembakaran tahun 1978 yang menewaskan sedikitnya 377 orang, dikutip dari AFP.
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan, serangan yang menewaskan Al-Aruri dapat menyebabkan eskalasi konflik.
Di Tepi Barat yang diduduki Israel, tempat Al-Aruri dilahirkan, Otoritas Palestina menyerukan pemogokan umum untuk berduka atas kematiannya.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh memperingatkan risiko dan konsekuensi dari pembunuhan tersebut.