Nikel Oversupply, Harga Pasar Terjun Bebas
Senin, 15 Januari 2024 13:14
Reporter : Ekadyana N. Fauzi
Ilustrasi harga nikel terjun bebas/TimDigo.id
Jakarta, DigoID-International Nickel Study Group (INSG), adalah sebuah lembaga organisasi analisis pasar nikel, organisasi ini memperkirakan sebanyak 239 ribu metrik ton (MT) nikel berpotensi tak terserap pasar pada tahun ini.
Alasan dari perkiraan tersebut adalah kelanjutan dari keadaan harga komoditas mineral logam yang paling dicari untuk transisi energi mendatang itu telah mengalami penurunan harga yang cukup dalam pada 2023.
Logam yang digunakan dalam baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik tersebut memang tercatat mengalami penurunan lebih dari 40% sejak awal 2023 hingga akhir tahun.
INSG mencatat produksi nikel secara keseluruhan di dunia mencapai 3,06 juta MT pada 2022. Pada 2023 diperkirakan mencapai 3,41 juta MT, dan 3,71 juta MT pada 2024. Perkiraan itu tidak termasuk dengan kemungkinan gangguan produksi.
Produksi tersebut memang berbanding lurus dengan perkiraan penggunaan nikel dunia yang terus meningkat, sejalan dengan kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini, dan peningkatan penggunaan nikel dalam baterai EV untuk kendaraan bertenaga listrik.
INSG mencatat, permintaan nikel global telah mencapai sebesar 2,95 juta MT pada 2022, lalu sebanyak 3,19 juta MT pada 2023 dan diperkiraan mencapai 3,47 juta MT pada 2024.
"Oleh karena itu, saldo pasar implisit adalah surplus 104 ribu MT pada 2022, 223 tibu MT pada 2023 dan 239 ribu MT pada 2024," tulis INSG dalam siaran resminya, dikutip Senin, 15 Januari 2024.
Potensi tidak terserapnya nikel itu, kata INSG, juga diperkirakan imbas dari pelemahan ekonomi global, sejalan dengan pengetatan kebijakan moneter dan penurunan suku bunga dalam upaya menekan inflasi.
Anjloknya harga sejumlah komoditas mineral logam yang paling dicari untuk transisi energi memang di wanti-wanti akan mendatangkan malapetaka di dunia pertambangan akibat persediaan yang menumpuk berlebihan dipicu kekhawatiran akan defisit pasokan.
“Tidak ada yang ajaib tentang pasar bahan baku kendaraan listrik seperti litium dan kobalt: ketika harganya jatuh, proyek dan pasokan terhenti – sama seperti pasar komoditas lainnya,” kata Tom Price, kepala strategi komoditas di Liberum Capital, mengutip Bloomberg.
Selain nikel, Litium, logam ultra ringan untuk membuat baterai kendaraan listrik telah anjlok lebih dari 80% dari rekor tertingginya pada akhir 2022.
Kobalt telah kehilangan dua pertiga nilainya sejak puncaknya pada 2022 lalu. Indeks enam logam lain di LME juga telah turun lebih dari 5% pada 2023 lalu, dan bersiap untuk penurunan tahunan kedua di 2024 ini.