Kurang Dari 24 Jam: Tangan Besi Otorita IKN Ultimatum 7 Hari Bagi Masyarakat Pemaluan
Kamis, 14 Maret 2024 15:31
Reporter : Ekadyana N. Fauzi

Ilustrasi Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Memberikan Surat Teguran ke Desa Pemaluan/TimDigo.id
Jakarta, DigoID-Baru-baru ini ada surat dari Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang bikin ribut semua warga di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Proses yang Tergesa-Gesa
Gini ceritanya, tanggal 4 Maret 2024, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN ngeluarin surat bernomor 179/DPP/OIKN/III/2024 tentang undangan buat menghadap soal bangunan yang nggak punya izin atau nggak sesuai dengan rencana tata ruang IKN.
Dalam surat itu dijelasin kalo berdasarkan hasil cek dari Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tak Berizin bulan Oktober 2023, rumah-rumah ratusan warga di sana dianggap nggak sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah ditentukan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) IKN. Ampun deh, bikin deg-degan semua warga.
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan dari Otorita IKN ngeluarin surat teguran pertama, Nomor 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, katanya dalam waktu 7 hari warga harus bongkar bangunan yang nggak sesuai sama aturan tata ruang IKN dan hukum yang berlaku.
Nah, abis itu pada tanggal 8 Maret 2024, digelar pertemuan buat bahas isi surat itu, dan ratusan warga yang rumahnya diklaim nggak sesuai sama Rencana Tata Ruang IKN, semua diundang.
Masyarakat Terkait Tidak Dilibatkan
Ada Mareta Sari juga, dia dari Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur, ngasih tau kalo dari info yang mereka dapetin, sekitar 200 orang dapat surat teguran itu. Tapi mayoritas dari Desa Pemaluan.
Nah, yang bikin kaget, surat itu pertama kali dikasih ke warga waktu itu juga. Jarak antara datangnya surat sama tanggal pertemuan juga nggak sampe 24 jam, bro. Gimana nggak bikin tegang, kan? Dalam waktu nggak sampe 24 jam, ada warga yang cerita, suratnya dikasih siang, trus besoknya jam 9 pagi sudah diminta datang ke pertemuan. Jadi mereka cuma punya sebentar banget buat mikirin gimana caranya ngebongkar rumahnya. Parah banget ya.
"Bayangkan saja dalam waktu tidak sampai 24 jam, berdasarkan informasi dari salah satu warga Pemaluan yang kami temui, surat diberikan siang, pertemuannya jam 9 pagi (keesokan harinya), artinya tidak sampai 24 jam warga disuruh memikirkan bagaimana cara merobohkan rumahnya," jelasnya, bersumber kompas, Kamis, 14 Maret 2024.
Ternyata pihak Otorita IKN udah tarik surat teguran itu dari tangan ratusan warga. Kayanya karena mereka ngerasa kalau situasinya udah kelewat ribet banget dan bikin gempar semua orang.
"Surat itu membuat keresahan luar biasa, sehingga dugaan kami, pertemuan yang tidak berhasil membuat Otorita IKN meminta kepada para undangan warga yang sekitar 200 orang itu mengembalikan surat dan lampirannya karena kegelisahan yang terjadi di masyarakat," tandasnya.
Masyarakat Adat Ada Sebelum IKN
Kegelisahan warga ini punya dasar yang kuat. Kan ada keluarga yang udah ngeyel di rumahnya sejak tahun 1993, bro! Kalo rumah mereka dianggap ilegal, itu artinya rumah mereka sudah ada dari jaman baheula banget, bahkan sebelum pembangunan IKN dimulai.
"Kalau dianggap bangunan ilegal, rumah mereka jauh lebih tua jika dibandingkan sejak penetapan pembangunan IKN. Kedua, mereka tidak pernah diundang dalam penyusunan RDTR," imbuhnya.
Dan yang bikin makin ruwet, mereka juga nggak pernah diundang buat ikutan ngasih masukan waktu pembuatan RDTR. Bener-bener nggak fair, kan?
Ada lagi, warga yang ngaku nggak punya sertifikat tanah. Padahal tiap kali mau urus sertifikat, ditolak terus gara-gara alasan pembangunan IKN. Gimana ini, coba? Udah mau ikutan prosedur yang bener, malah ditolak terus. Trus ada yang cerita lagi, katanya mereka udah nyoba urus sertifikat hak milik, tapi yang dikasih malah sertifikat hak pakai. Ini juga bikin ribet banget, kan? Jadi bisa dibilang, masalahnya tuh kompleks banget
Tinggal Secara Turun Menurun
Mareta Sari juga cerita nih, bro, tentang warga di Desa Pemaluan. Mereka itu masyarakat lokal yang udah tinggal di situ turun temurun, dari nenek moyang sampai ke generasi sekarang. Jadi bisa dibayangin banget, mereka nggak tau mau kemana kalo tiba-tiba disuruh cabut dari rumahnya. Kehidupan mereka tuh bergantung banget sama pertanian dan buah-buahan yang ada di sekitar.
Dia juga menduga kalau waktu pertemuan tanggal 8 Maret 2024 itu, masyarakatnya nggak dikasih opsi selain ngelepasin rumahnya. Ya jelas bikin resah dong, kan? Kayaknya nggak ada yang dikasih tau soal opsi lain, misalnya dipindahin ke tempat yang lebih layak atau biar akses usahanya tetep sama kayak sebelumnya.
"Bukan ganti rugi ya, tapi pilihan lain misalnya dipindahkan ke tempat lain yang lebih layak atau memungkinkan akses usahanya sama seperti yang mereka miliki selama ini. Nah itu tidak muncul, yang muncul 'Anda sebaiknya melepaskan saja tanahnya', atau 'jangan jual ke siapa-siapa', 'ini demi pembangunan IKN'," pungkasnya.
Intinya, kesannya kayak mereka nggak punya pilihan lain selain nurutin apa yang dikatain sama pihak IKN. Nggak ada yang ngasih solusi yang bener-bener memperhatiin kebutuhan dan kepentingan mereka.