IPB Punya 107 Varietas Pengganti Gandum
Selasa, 10 Januari 2023 19:05
Reporter : Antara
Ilustrasi gandum
KOTA BOGOR -- Institut Pertanian Bogor (IPB) University saat ini memiliki 107 varietas padi dan tanaman-tanaman pengganti gandum. Ratusan varietas itu sebagai solusi untuk peningkatan produksi pangan beras di tengah tantangan krisis.
Rektor IPB University Arif Satria mengakui produksi pangan terganggu akibat perubahan iklim dan situasi ekonomi tidak stabil efek perang Rusia dan Ukraina.
"Jadi, memang yang pertama, krisis pangan ini menjadi ancaman, karena apa, karena faktor perubahan iklim dan kedua adalah faktor geopolitik karena Rusia dan Ukraina sehingga terjadi kenaikan (harga) energi dan kenaikan harga pupuk," kata Arif.
Arif mengemukakan memang IPB sudah menganalisis bahwa itu akan memberikan dampak kepada ketersediaan pangan di dalam negeri, khususnya bahan pokok beras kalau Indonesia tidak segera melakukan langkah-langkah kongkret untuk meningkatkan produktifitas.
"Sehingga cara yang baik untuk meningkatkan produktifitas, satu adalah teknologi varietas-varietas unggul dan IPB sudah punya 107 varietas unggul tadi saya sampaikan, untuk lahan kering, lahan sawah kita sudah bisa," katanya.
Selain itu, Indonesia sudah menghasilkan produk-produk tepung lokal sebagai substitusi gandum yang impornya semakin lama semakin meningkat.
Arif menyebut pada 2010 impor gandum dari luar negeri sekitar empat juta ton sekarang sudah hampir 10 sampai 11 juta ton. Artinya peningkatan dalam 10 tahun ini eksponensial.
"Nah, artinya apa, orang sudah beralih kepada produk impor. Sekarang tantangannya bagaimana pemerintah Indonesia ini harus memproteksi produk-produk lokal, agar produk lokal ini menjadi pilihan untuk substitusi gandum," kata dia.
Arif pun menyampaikan produk lokal yang bisa seperti gandum banyak, ada sagu, ganyong, sukun, sorgum dan banyak lainnya yang butuh sentuhan perguruan tinggi melalui peningkatan produktifitas.
Namun demikian, tidak sampai di situ, kata Arif, memang mau tidak mau produksi pangan Indonesia harus menekan angka faktor kehilangan makanan (food lost) dan sampah makanan (food waste) yang tercatat cukup tinggi.
"'Food lost' kita ini 184 kilogram per tahun per kapita. Artinya apa? Pangan yang tercecer, pangan yang dibuang menjadi sampah, bahkan menurut FHO kita ini bahkan terbesar di dunia 300 kilogram per kapita per tahun setelah Arab Saudi dengan 400 kilogram per kapita per tahun. tetapi hitungan kita (untuk Indonesia) 184 ton per kapita per tahun," ungkapnya.