IDI: Surat Keterangan Sakit Hanya Boleh Dikeluarkan Dokter
Rabu, 28 Desember 2022 20:22
Reporter : Antara
Ilustrasi surat dokter.
JAKARTA -- Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Ikatan Dokter Indonesia (BHP2A IDI) Beni Satria menjelaskan pembuatan surat keterangan sehat atau sakit adalah kewenangan dokter sesuai profesi dan bidan apabila pasien melahirkan di bidan.
“Jadi artinya tenaga kesehatan lain tidak punya kewenangan memberikan surat keterangan, yang boleh bidan, bidan pun mengeluarkan surat keterangan karena pasiennya hamil atau melahirkan di bidan,” ujarnya saat diskusi mengenai surat sakit daring yang diikuti di Jakarta, Selasa 27 Desember 2022.
Dia menyebutkan ketentuan dokter dapat mengeluarkan surat keterangan jelas diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Pada Undang-Undang tersebut juga diatur dokter umum tidak boleh memberikan surat keterangan sakit atau istirahat pasien termasuk sakit gigi.
“Dokter gigi pun memberikan surat keterangan hanya terkait tentang profesinya sebagai dokter gigi karena dia sakit gigi maka dokternya akan memberikan keterangan agar dia istirahat tidak mungkin orang sakit gigi boleh bekerja atau tidak bekerja,” ujarnya.
Surat keteragan baik sehat maupun sakit juga harus dibuat berdasarkan rekomendasi dokter yang sudah melihat kondisi pasien, yang memang memerlukan istirahat. Sebut saja seperti saat sesudah melahirkan atau tidak bisa melakukan aktivitas tertentu, karena tindakan operasi dan sedang ditujukan dalam upaya pemulihan.
“Bahwa saat dokter melihat kondisi pasien membutuhkan istirahat maka dokter mengeluarkan surat keterangan untuk agar yang bersangkutan istirahat, jadi bukan diminta pasien,” katanya.
Beni menegaskan ada ketentuan etik yang telah diatur dalam kode etik kedokteran yang mungkin saja bisa dilanggar. Ada pula ketentuan disiplin dokter di dalam pelanggaran disiplin dokter yang mungkin dapat terlanggar, termasuk hukum.
Lebih lanjut, aturan tersebut ada dalam pasal 7 Kode Etik Kedokteran yang melarang dokter mengeluarkan surat keterangan sakit ada atau tidak adanya penyakit sementara dia tidak mengetahui kebenarannya.
“Etik, disiplin, hukum ini lah yang harus dipertimbangkan seorang dokter untuk dia kemudian menerbitkan surat keterangan sakit,” tuturnya.
Apabila dokter sengaja mengeluarkan surat keterangan sakit tanpa adanya pemeriksaan fisik, ada ancaman hukuman penjara paling tinggi empat tahun yang diatur dalam pasal 267 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk pada pasien yang sengaja menggunakan surat keterangan sakit palsu tersebut.
“Pasien yang menyatakan tidak ada sakit atau seolah-olah sakit ancamannya empat tahun penjara,” tutupnya. (ant)