Film Vina: Sebelum 7 Hari Merupakan Bentuk Eksploitasi Tragedi Untuk Kebutuhan Marketing?
Jumat, 17 Mei 2024 16:36
Reporter : Tim Digo.id
Ilustrasi film Vina; Sebelum 7 Hari merupakan bentuk eksploitasi/Digo.id
Jakarta, DigoID-Produser film Vina: Sebelum 7 Hari, Dheeraj Khalwani atau yang akrab dipanggil K.K. Dheeraj, akhirnya buka suara terkait gelombang kritik yang muncul terhadap film ini. Banyak yang menilai film ini mengeksploitasi tragedi dan kurang berempati dalam adegan-adegannya.
Namun, Dheeraj tegas membantah tudingan tersebut, dengan mengatakan bahwa cerita dan adegan dalam film tersebut sudah mendapat izin dari keluarga almarhum Vina Dewi Arsita, dan bahwa film ini setia pada peristiwa nyata yang dialami mendiang. "Masalah yang kontra, pertama, banyak dari mereka yang belum menonton filmnya. Bagi yang sudah menonton, [mereka] kontra mengenai eksploitasi," ujar Dheeraj dalam konferensi pers seperti dikutip CNN Indonesia, Kamis, 16 Mei 2024.
"Sebenarnya bukan eksploitasi. Ini sudah mendapat izin dari keluarga. Ini kami buat apa yang sebenarnya terjadi dengan almarhum," lanjutnya.
Film Ini Penting Bagi Keluarga Vina?
Dheeraj juga menekankan betapa pentingnya film ini bagi keluarga Vina, korban kasus pembunuhan di Cirebon pada 2016 lalu. Menurutnya, film horor ini mengangkat kasus yang sudah tenggelam selama 8 tahun, dan membantu keluarga korban mendapatkan perhatian publik lagi.
Ia juga mengingatkan bahwa kesedihan keluarga Vina sangat mendalam karena tiga tersangka pembunuhan masih belum tertangkap. Dheeraj yakin bahwa film ini bisa membantu membuka jalan untuk menemukan para pelaku.
"Mereka harus pikirkan, kalau tidak ada film ini, kasus ini sudah tenggelam. Ini sudah delapan tahun, kasus ini sudah tenggelam kalau tidak ada film ini," kata Dheeraj. "Kasihan keluarga. Belum tahu siapa yang membunuh, belum pernah ketemu juga dengan tiga pelaku," lanjutnya lagi.
Film Ini Untuk Membangkitkan Awareness Publik!
Produser berusia 38 tahun itu menegaskan bahwa film ini diproduksi untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap berbagai isu sosial penting. Menurut Dheeraj, Vina: Sebelum 7 Hari mengangkat isu-isu seperti perundungan dan geng motor liar yang masih marak di Indonesia. "Saya buat film ini untuk membangkitkan awareness. Salah satunya mengenai bully, geng motor liar. Saya lihat di sini keluarganya juga mendapat keadilan," ungkap Dheeraj.
Vina: Sebelum 7 Hari adalah film horor terbaru dari Dee Company, yang menceritakan tentang kasus pembunuhan Vina yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016. Meski sudah berlalu 8 tahun, kasus ini masih menyisakan berbagai kejanggalan, termasuk tiga tersangka yang masih buron.
Perilisan film "Vina: Sebelum 7 Hari" emang bikin heboh. Film ini sukses banget, laris di bioskop, sampai tembus lebih dari 3 juta penonton dan mendominasi layar lebar. Tapi di balik kesuksesannya, ada gelombang kritik dan protes yang nggak kalah heboh di media sosial.
Film Vina Sebuah Bentuk Eksploitasi Tragedi?
Banyak netizen yang bilang film ini mengeksploitasi tragedi dengan menggambarkan kekerasan secara eksplisit, yang dianggap nggak etis. Padahal katanya film ini tribute buat almarhumah Vina, tapi justru dinilai melecehkan korban karena Vina digambarin sebagai hantu gentayangan.
Beberapa kritik dari netizen antara lain menyoroti grafis kekerasan yang ditampilkan jelas banget bahkan di posternya. Menurut mereka, film ini cuma bikin penasaran orang-orang biar datang ke bioskop, dengan cara yang nggak pantas. Kekerasan dan penderitaan brutal yang dialami Vina dijadiin bahan buat menarik penonton, dan itu yang bikin banyak orang marah.
Misalnya, akun @ProquestFilm di media sosial X (dulunya Twitter) ngomong kalo film ini bukan cara yang tepat buat memberikan keadilan bagi Vina. Mereka bilang, kalau niatnya beneran mau bantu almarhumah, mendingan bikin film bergenre investigasi atau dokumenter. “Bikin film investigasi atau dokumenter kalau memang mau membantu almarhumah Vina, kalian rengguk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeksploitasi almarhumah Vina. Sakit Jiwa!” tulisnya.
Netizen: Kesedihan Untuk Kepentingan Marketing!
Banyak juga warganet yang nggak setuju dengan cara film ini diangkat, bukan karena ceritanya tentang kematian Vina, tapi karena genre horor yang dipilih. Menurut mereka, kesan horor dengan Vina yang digambarkan kesurupan cuma buat pancing sensasi.
Akun @arulfittron di media sosial X bilang kalau kesedihan ini cuma buat kebutuhan marketing. “‘Ikut merasakan pedih dan sakitnya almarhumah Vina,’ Oh, they are so brave to do this stoopid marketing. No, they will never feel the same pain. Kalo emang niatnya mau kasih awareness tentang kasus ini, bukan dengan film horor dan potongan tubuh manusia,” tulisnya.
Ada juga cerita tentang penonton bioskop yang kesurupan waktu nonton film ini, yang dianggap cuma jadi bumbu biar makin banyak orang penasaran dan mau nonton.
Tapi di sisi lain, nggak sedikit juga netizen yang membela film ini. Mereka bilang film ini berhasil mengangkat lagi kasus yang udah lama tenggelam demi mengejar keadilan buat korban. Menurut mereka, walaupun caranya kontroversial, film ini tetap penting buat ngingetin publik tentang kasus Vina yang belum selesai.