Cegah Gempa, Mitigasi Struktural Perlu Ditingkatkan
Selasa, 03 Januari 2023 17:25
Reporter : Fitri Sekar Putri
Ilustrasi gempa.
BANDUNG -- Gempa yang melanda Cianjur pada November 2022 lalu mengakibatkan kerusakan yang cukup besar terhadap fasilitas dan infrastruktur, khususnya di Kecamatan Cugenang dan sekitarnya.
Pada awal tahun 2023, gempa terjadi di Jayapura, Papua, dengan kekuatan 4,9 M tepatnya pada Senin, 2 Januari 2022 dini hari. Gempa tersebut pun mengakibatkan kerusakan pada beberapa infrastruktur di sana.
Hal tersebut mendorong adanya mitigasi struktur bangunan yang lebih baik untuk meminimalisir kerusakan akibat dari adanya gempa.
Ahli Geologi, Badrul Mustafa Kemal menyebutkan jika struktur bangunan yang belum ramah gempa atau aman gempa mengakibatkan banyaknya bangunan yang hancur di Cianjur.
"Gempa yang terjadi di Cianjur itu untuk ukuran di Jawa sudah cukup kuat M5,6. Tetapi menimbulkan kerusakan yang lumayan besar karena struktur bangunannya jelek disitu," tutur Badrul yang ditemui digo id pada Senin, 2 Januari 2023.
Badrul turut menjelaskan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah membuat standar terkait bangunan aman gempa dan jika itu diterapkan kemungkinan untuk terjadinya bangunan hancur akibat gempa dapat diminimalisir.
"Jadi namanya bangunan aman gempa, ketika sudah dipenuhi Insya Allah bangunan itu tidak hancur oleh sebuah gempa," tutur Badrul.
Ia pun turut menyampaikan jika standar bangunan yang ditetapkan oleh Kementerian PUPR telah dirancang sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing.
"Karena daerah-daerah itu kan sudah diteliti. Dibuatnya aturan itu kan sudah disesuaikan dengan sismisitas tingkat kegempaan di suatu tempat," ucap Badrul.
"Jadi di Pulau Jawa umumnya termasuk di Jabar itu kekuatan gempa di daratnya tidak sebesar di Sumetera. Hanya saja karena bangunannya itu banyak yang tidak memenuhi standar atau jauh dari standar yang sudah dikeluarkan oleh PU. Nah itu jadi kita harus membuat mitigasi yang lebih bagus lagi, mitigasi prabencana yaitu mengenai bangunan," jelas Badrul.
Badrul mengimbau nantinya pemerintah di Pulau Jawa atau pemerintah di seluruh Indonesia harus betul-betul memperhatikan struktur bangunan yang sesuai dengan standar kementerian PUPR. Serta perlu adanya assesment (penilaian) mengenai standar bangunan di tiap daerah.
Lebih jelasnya ia mencontohkan Selandia Baru yang telah melakukan penilaian terhadap bangunan di negaranya.
"Seperti di Selandia Baru tahun 2010. Bangunan yang ada dilakukan penilaian lalu diberikan tiga kategori yaitu hijau, kuning dan merah," ucap Badrul.
"Hijau berarti aman, kuning berarti ada yang harus diperbaiki atau diperkuat dan merah berarti harus dibangun ulang," tambahnya.
Selain itu juga, pemerintah kita dapat belajar dari Chili yang pernah mengalami gempa terbesar di dunia sebesar M 9,5 di tahun 1960-an kemudian bangkit dan berbenah untuk melakukan mitigasi struktural bangunan yang sesuai standar. Alhasil ketika terjadi gempa kuat lagi tahun 2010, Chili aman dari kerusakan.
"Chili betul-betul memastikan bangunannya sesaui dengan standar aman gempa. Ketika terjadi gempa kuat lagi tahun 2010 itu boleh dikatakan tidak ada bangunan yang hancur. Karena Chili belajar dari pengalamannya di tahun 60," ujar Badrul.
Namun Badrul juga menekankan jika selain mitigasi struktural bangunan yang dibenahi ada juga mitigasi non fisik yang harus dilakukan yaitu dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait mekanisme dari fenomena gempa itu sendiri.