BEM Unud Desak Nonaktifkan Dosen Diduga Terlibat Korupsi Dana SPI
Rabu, 15 Februari 2023 23:09
Reporter : Antara
Ilustrasi Kantor Rektorat Universitas Udayana Bali di Bukit Jimbaran, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. (Dok. ANTARA)
DENPASAR — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Bali, mendesak Rektor untuk menonaktifkan tiga pejabat yang diduga terlibat korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) dari kampus.
"Kami mendorong kepada pihak kampus untuk menonaktifkan sementara para pejabat yang disinyalir tersandung kasus korupsi agar tidak menggangu proses pendidikan yang berjalan di kampus," kata Ketua BEM Universitas Udayana 2023, I Putu Bagus Padmanegara melalui media penyampaian pesan WhatsApp di Denpasar, Rabu, 15 Februari 2023.
Padmanegara mengatakan, pihaknya merasa prihatin dengan penetapan tersangka korupsi yang melibatkan tiga orang dalam lingkungan Rektorat Universitas Udayana dalam pungutan dana SPI atau uang pangkal seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai 2022/2023.
Menurut dia, kasus korupsi yang terjadi dalam institusi pendidikan tinggi merupakan sebuah kegagalan atau kemunduran dalam menciptakan kondisi yang bebas korupsi.
Karena itu, pihaknya mendukung penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Bali agar segera membuat terang kasus dugaan korupsi tersebut.
"Kami merasa malu dan prihatin atas dugaan kasus korupsi yang terjadi di lingkungan Universitas Udayana. Korupsi pendidikan adalah hal yang harus kita dilawan bersama karena itu telah mencoreng nama baik kampus dan marwah pendidikan tinggi. Sebagai bagian dari kampus penting untuk kita mengawal bersama, menjaga nama baik Instansi," kata dia.
Menurut dia, Sumbangan Pengembangan Institusi yang diterapkan di Universitas Udayana sebagai bentuk komersialisasi pendidikan.
Apalagi, pungutan tersebut terjadi dalam lingkup Perguruan Tinggi Negeri.
Karena itu, sejak dikeluarkannya kebijakan SPI tersebut banyak mahasiswa menolaknya karena itu bagian dari upaya untuk menghalangi akses pendidikan tinggi bagi keluarga kurang mampu.
"Kami dari BEM Udayana dengan tegas menyatakan bahwa kami konsisten untuk menolak segala bentuk komersialisasi pendidikan. Dari awal penerapannya, Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Universitas Udayana memang problematik dan mendapatkan penolakan keras dari mahasiswa," katanya.
Menurut Padmanegara, SPI merupakan bentuk nyata dari praktik komersialisasi pendidikan yang membuat jurang ketimpangan terhadap akses pendidikan semakin melebar.
Apalagi, kata dia, dengan nominal SPI yang tidak proporsional, menyebabkan hanya mahasiswa kalangan menengah ke atas yang dapat mengakses pendidikan tinggi melalui jalur mandiri.
Saat ini, pihaknya mengawal setiap tahapan penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Kejati Bali.
Adapun fokus pengawalan BEM Unud bukan pada penegakan hukumnya, namun mendukung upaya aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus ini.
"Kita kawal dan pastikan tiga nama yang ditetapkan sebagai tersangka ini memang pelaku utama karena merupakan petugas lapangan dan memegang sistem ataukah hanya tiga nama yang dikorbankan sebagai petugas lapangan dan ada dalang dibaliknya. Atau bahkan permasahannya terdapat pada administrasi penerimaan mahasiswa mandiri," kata dia.
Hal lain yang disoroti BEM Unud pascapenetapan tiga tersangka korupsi dana SPI adalah implementasi Sumbangan Pengembangan Institusi di Universitas Udayana juga memiliki kejanggalan.
Dia menjelaskan dalam Permendikbud 25 tahun 2020 pasal 10 menyebutkan secara jelas bahwa PTN dilarang menggunakan iuran pengembangan institusi sebagai pungutan yang menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan Mahasiswa.
Dalam praktiknya di Universitas Udayana, justru penentuan nominal SPI ditentukan sebelum ujian seleksi atau pengumuman kelulusan.
"Sehingga hal ini otomatis menekan mahasiswa secara psikis seakan-akan menganggap SPI adalah hal yang wajib dan akan menentukan indikator kelulusan mereka dalam hal seleksi jalur mandiri," katanya.
Padmanegara berharap dengan terbongkarnya korupsi seperti yang menyeret Rektor UNILA beberapa waktu lalu dan ditetapkannya tiga tersangka kasus penyalahgunaan dana SPI Udayana oleh Kejati Bali, dapat menjadi momentum refleksi dan menyadarkan berbagai pihak untuk dengan tegas menolak komersialisasi pendidikan.