Angka Perceraian di Tahun 2022 Tertinggi dalam Enam Tahun Terakhir
Senin, 09 Oktober 2023 15:06
Reporter : Tim Digo.id
Ilustrasi : Tim DIGO.id
Jakarta, DIGO.id -- Menurut laporan dari Biro Pusat Statistik Indonesia yang dirilis tahun 2023, angka perceraian di tahun 2022 mencapai angka tertinggi dalam enam tahun terakhir. Total terdapat 516.334 kasus perceraian, yang mayoritas melibatkan pasangan muda dari generasi milenial berusia 30 hingga 40 tahun. Menariknya, gugatan cerai lebih banyak diajukan oleh pihak isteri, dan anak tidak lagi dianggap sebagai faktor yang memberatkan untuk mengakhiri pernikahan.
Tren perceraian yang meningkat ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain harapan yang terlalu tinggi terhadap pasangan di awal pernikahan, meningkatnya individualisme, dan penurunan komitmen dalam pernikahan. Mobilitas sosial, karier, dan perubahan fisik, terutama bagi istri yang bekerja penuh waktu, juga dapat memengaruhi pernikahan. Selain itu, penerimaan masyarakat terhadap perceraian juga semakin besar.
Dalam banyak kasus, pasangan suami istri memutuskan berpisah karena mereka merasa kehilangan rasa cinta satu sama lain. Psikolog klinis, Dharmayati Utoyo Lubis MA, Ph.D., menjelaskan bahwa alasan utama perceraian adalah kehilangan rasa dan ketidakbahagiaan dalam pernikahan.
Fenomena hilangnya rasa dalam pernikahan seringkali terjadi. Banyak pasangan memulai pernikahan mereka dengan perasaan cinta yang kuat, tetapi tidak menyadari bahwa perasaan tersebut bisa memudar seiring berjalannya waktu. Dharmayati menjelaskan bahwa banyak pasangan mulai kehilangan rasa cinta dalam lima tahun pertama pernikahan.
Namun, ada juga yang mengalami penurunan rasa cinta dalam dua tahun pernikahan akibat konflik yang memuncak, seperti rasa saling curiga, kritikan, kekurangan komunikasi, dan lainnya.
Akibatnya, perasaan istimewa ini bisa hilang dalam tiga tahap berbeda. Tahap awal melibatkan mencari kekurangan pasangan, perasaan terluka, harga diri rendah, dan kemarahan. Tahap selanjutnya melibatkan kekecewaan, ketidakbahagiaan, dan apatis. Tahap akhir mencakup perasaan muak, kehilangan kepercayaan, dan kehambaran, yang pada akhirnya mendorong keputusan untuk bercerai.
Dharmayati, yang berpengalaman dalam konseling perkawinan, menjelaskan bahwa keputusan untuk bercerai seringkali muncul dalam dua tahun setelah perasaan cinta mulai memudar. Ia juga menekankan bahwa bercerai adalah keputusan yang berat dan traumatis, karena setelahnya, seseorang bisa mengalami perasaan kesepian, kehilangan, kegagalan, bahkan depresi.
Tren ini menunjukkan pentingnya komunikasi, pemahaman, dan komitmen dalam menjaga kebahagiaan pernikahan. Diperlukan upaya bersama dari kedua pasangan untuk menjaga hubungan mereka agar tetap sehat dan berkelanjutan.
UC/KHN